1.
Nullum Delictum Noella Poena Sine
Praevia Lege Poenali (Azas Legalitas) : tidak
ada suatu perbuatan yang dapat dihukum, sebelum didahului oleh suatu peraturan.
2.
Eidereen Wordt Geacht De Wette Kennen :
setiap orang dianggap mengetahui hukum. Artinya, apabila suatu undang-undang
telah dilembarnegarakan (diundangkan), maka undang-undang itu dianggap telah
diketahui oleh warga masyarakat, sehingga tidak ada alasan bagi yang
melanggarnya bahwa undang-undang itu belum diketahui berlakunya.
3.
Lex Superior Derogat Legi Inferiori :
hukum yang tinggi lebih diutamakan pelaksanaannya daripada hukum yang rendah.
Misalnya, Undang-Undang lebih diutamakan daripada Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perpu) atau Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan
Presiden, begitu seterusnya.
4.
Lex Specialist Derogat Legi Generale :
hukum yang khusus lebih diutamakan daripada hukum yang umum. Artinya, suatu
ketentuan yang bersifat mengatur secara umum dapat di kesampingkan oleh
ketentuan yang lebih khusus mengatur hal yang sama.
5.
Lex Posteriori Derogat Legi Priori :
peraturan yang baru didahulukan daripada peraturan yang lama. Artinya,
undang-undang baru diutamakan pelaksanaannya daripada undang-undang lama yang
mengatur hal yang sama, apabila dalam undang-undang baru tersebut tidak
mengatur pencabutan undang-undang lama.
6.
Lex Dura, Sed Temen Scripta :
peraturan hukum itu keras, karena wataknya memang demikian.
7.
Summum Ius Summa Iniuria :
kepastian hukum yang tertinggi, adalah ketidakadilan yang tertinggi.
8.
Ius Curia Novit :
hakim dianggap mengetahui hukum. Artinya, hakim tidak boleh menolak mengadili
dan memutus perkara yang diajukan kepadanya, dengan alasan tidak ada hukumnya
karena ia dianggap mengetahui hukum.
9.
Presumption of Innosence (praduga
tak bersalah) : seseorang tidak boleh disebut bersalah sebelum dibuktikan
kesalahannya melalui putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.
10.
Res Judicata Proveri Tate Habetur :
setiap putusan pengadilan/hakim adalah sah, kecuali dibatalkan oleh pengadilan
yang lebih tinggi.
11.
Unus Testis Nullus Testis (satu
saksi bukanlah saksi) : hakim harus melihat suatu persoalan secara objektif dan
mempercayai keterangan saksi minimal dua orang, dengan keterangan yang tidak
saling kontradiksi. Atau juga, keterangan saksi yang hanya satu orang terhadap
suatu kasus, tidak dapat dinilai sebagai saksi.
12.
Audit et Atteram Partem :
hakim haruslah mendengarkan para pihak secara seimbang sebelum menjatuhkan
putusannya.
13.
In Dubio Pro Reo :
apabila hakim ragu mengenai kesalahan terdakwa, hakim harus menjatuhkan
putusan yang menguntungkan bagi terdakwa.
14.
Fair Rial atau Self
Incrimination : pemeriksaan yang tidak memihak,
atau memberatkan salah satu pihak atau terdakwa.
15.
Speedy Administration of Justice (peradilan
yang cepat) : Artinya, seseorang berhak untuk cepat diperiksa oleh hakim demi
terwujudnya kepastian hukum bagi mereka.
16.
The Rule of Law :
semua manusia sama kedudukannya di depan hukum, atau persamaan memperoleh
perlindungan hukum.
17.
Nemo Judex Indoneus In Propria :
Tidak seorang pun dapat menjadi hakim yang baik dalam perkaranya sendiri.
Artinya, seorang hakim dianggap tidak akan mampu berlaku objektif terhadap
perkara bagi dirinya sendiri atau keluarganya, sehingga ia tidak dibenarkan
bertindak untuk mengadilinya.
18.
The Binding Forse of Precedent atau Staro
Decises et Quieta Nonmovere :
pengadilan (hakim) terdahulu, mengikat hakim-hakim lain pada peristiwa yang
sama (asas ini dianut pada negera-negara yang menganut sistem hukum Anglo
Saxon, seperti Amerika Serikat dan Inggris).
19.
Cogatitionis Poenam Nemo Patitur :
tidak seorang pun dapat dihukum karena apa yang dipikirkan atau yang ada di
hatinya. Artinya, pikiran atau niat yang ada di hati seseorang untuk melakukan
kejahatan tetapi tidak dilaksanakan atau diwujudkan maka ia tidak boleh
dihukum. Di sini menunjukkan bahwa hukum itu bersifat lahir, apa yang dilakukan
secara nyata, itulah yang diberi sanksi.
20.
Restitutio In Integrum :
kekacauan dalam masyarakat, haruslah dipulihkan pada keadaan semula (aman).
Artinya, hukum harus memerankan fungsinya sebagai “sarana penyelesaian
konflik”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar