Senin, 15 Desember 2014

TEORI HUKUM PEMBANGUNAN PROF. DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA, S.H., LL.


*) Sebuah Kajian Deskriftif Analitis
Oleh: Dr. Lilik Mulyadi, S.H., M.H. 1
I. Pendahuluan
Pada dasarnya, dalam sejarah perkembangan hukum di Indonesia maka
salah satu teori hukum yang banyak mengundang atensi dari para pakar dan
masyarakat adalah mengenai Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar
Kusumaatmaja, S.H., LL.M. Ada beberapa argumentasi krusial mengapa Teori
Hukum Pembangunan tersebut banyak mengundang banyak atensi, yang apabila
dijabarkan aspek tersebut secara global adalah sebagai berikut: Pertama, Teori
Hukum Pembangunan sampai saat ini adalah teori hukum yang eksis di
Indonesia karena diciptakan oleh orang Indonesia dengan melihat dimensi dan
kultur masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, dengan tolok ukur dimensi teori
hukum pembangunan tersebut lahir, tumbuh dan berkembang sesuai dengan
kondisi Indonesia maka hakikatnya jikalau diterapkan dalam aplikasinya akan
sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat Indonesia yang pluralistik.
Kedua, secara dimensional maka Teori Hukum Pembangunan memakai kerangka
acuan pada pandangan hidup (way of live) masyarakat serta bangsa Indonesia
berdasarkan asas Pancasila yang bersifat kekeluargaan maka terhadap norma,
asas, lembaga dan kaidah yang terdapat dalam Teori Hukum Pembangunan
tersebut relatif sudah merupakan dimensi yang meliputi structure (struktur),
culture (kultur) dan substance (substansi) sebagaimana dikatakan oleh Lawrence
W. Friedman.
2 Ketiga, pada dasarnya Teori Hukum Pembangunan memberikan


1 Penulis adalah Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, penulis Buku
Ilmu Hukum, dan kini Wakil Ketua Pengadilan Negeri Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa
Timur

2 Lawrence W. Friedman, American Law: An invaluable guide to the many faces of
the law, and how it affects our daily our daily lives, W.W. Norton & Company, New York,
1984, hlm. 1-8. dan pada Legal Culture and Social Development, Stanford Law Review,
New York, hlm. 1002-1010 serta dalam Law in America: a Short History, Modern Library
Chronicles Book, New York, 2002, hlm. 4-7 menentukan pengertian struktur adalah,
“The structure of a system is its skeleton framework; it is the permanent shape, the institutional
body of the system, the though rigid nones that keep the process flowing within bounds..”,
kemudian substansi dirumuskan sebagai, “The substance is composed of substantive rules 2
dasar fungsi hukum sebagai “sarana pembaharuan masyarakat”3
(law as a tool
social engeneering) dan hukum sebagai suatu sistem sangat diperlukan bagi
bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang.4
II. Dimensi dan ruang lingkup teori hukum pembangunan Prof. Dr. Mochtar
Kusumaatmadja, S.H., LL.M.
Dikaji dari perspektif sejarahnya maka sekitar tahun tujuh puluhan lahir
Teori Hukum Pembangunan dan elaborasinya bukanlah dimaksudkan
penggagasnya sebagai sebuah “teori” melainkan “konsep” pembinaan hukum
yang dimodifikasi dan diadaptasi dari teori Roscoe Pound “Law as a tool of
social engineering” yang berkembang di Amerika Serikat. Apabila dijabarkan
lebih lanjut maka secara teoritis Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr.
Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. dipengaruhi cara berpikir dari Herold
D. Laswell dan Myres S. Mc Dougal (Policy Approach) ditambah dengan teori
Hukum dari Roscoe Pound (minus konsepsi mekanisnya). Mochtar mengolah
semua masukan tersebut dan menyesuaikannya pada kondisi Indonesia.5
Ada
sisi menarik dari teori yang disampaikan Laswell dan Mc Dougal dimana
diperlihatkan betapa pentingnya kerja sama antara pengemban hukum teoritis
dan penstudi pada umumnya (scholars) serta pengemban hukum praktis
(specialists in decision) dalam proses melahirkan suatu kebijakan publik, yang di
satu sisi efektif secara politis, namun di sisi lainnya juga bersifat mencerahkan.
Oleh karena itu maka Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar

and rules about how institutions should behave,” dan budaya hukum dirumuskan sebagai,
“The legal culture, system their beliefs, values, ideas and expectation. Legal culture refers, then,
to those ports of general culture customs, opinions ways of doing and thinking that bend social
forces toward from the law and in particular ways.”

3Pada dasarnya, fungsi hukum sebagai “sarana pembaharuan masyarakat” (law
as a tool of social engeneering) relative masih sesuai dengan pembangunan hukum
nasional saat ini, namun perlu juga dilengkapi dengan pemberdayaan birokrasi
(beureucratic engineering) yang mengedepankan konsep panutan atau kepemimpinan,
sehingga fungsi hukum sebagai sarana pembaharuan dapat menciptakan harmonisasi
antara elemen birokrasi dan masyarakat dalam satu wadah yang disebut “beureucratic
and social engineering” (BSE). Lihat Romli Atmasasmita, Menata Kembali Masa Depan
Pembangunan Hukum Nasional, Makalah disampaikan dalam “Seminar Pembangunan
Hukum Nasional VIII” di Denpasar, 14-18 Juli 2003, hlm. 7.

4Terhadap eksistensi Hukum sebagai suatu system dapat diteliti lebih
detail dan terperinci pada: Lili Rasjidi dan Ida Bagus Wiyasa Putra, Hukum Sebagai
Suatu Sistem, Penerbit: CV. Mandar Maju, Bandung, 2003, hlm. 5 dstnya

5Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks Ke-Indonesiaan,Penerbit
CV Utomo, Jakarta, 2006, hlm. 4113
Kusumaatmadja, S.H., LL.M. memperagakan pola kerja sama dengan
melibatkan keseluruhan stakeholders yang ada dalam komunitas sosial tersebut.
Dalam proses tersebut maka Mochtar Kusumaatmadja menambahkan
adanya tujuan pragmatis (demi pembangunan) sebagaimana masukan dari
Roescoe Pound dan Eugen Ehrlich dimana terlihat korelasi antara pernyataan
Laswell dan Mc Dougal bahwa kerja sama antara penstudi hukum dan
pengemban hukum praktis itu idealnya mampu melahirkan teori hukum
(theory about law), teori yang mempunyai dimensi pragmatis atau kegunaan
praktis. Mochtar Kusumaatmadja secara cemerlang mengubah pengertian
hukum sebagai alat (tool) menjadi hukum sebagai sarana (instrument) untuk
membangunan masyarakat. Pokok-pokok pikiran yang melandasi konsep
tersebut adalah bahwa ketertiban dan keteraturan dalam usaha pembangunan
dan pembaharuan memang diinginkan, bahkan mutlak perlu, dan bahwa
hukum dalam arti norma diharapkan dapat mengarahkan kegiatan manusia
kearah yang dikehendaki oleh pembangunan dan pembaharuan itu. Oleh
karena itu, maka diperlukan sarana berupa peraturan hukum yang berbentuk
tidak tertulis itu harus sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Lebih jauh, Mochtar berpendapat bahwa pengertian hukum sebagai sarana
lebih luas dari hukum sebagai alat karena:
1. Di Indonesia peranan perundang-undangan dalam proses pembaharuan
hukum lebih menonjol, misalnya jika dibandingkan dengan Amerika Serikat
yang menempatkan yurisprudensi (khususnya putusan the Supreme Court)
pada tempat lebih penting.
2. Konsep hukkum sebagai “alat” akan mengakibatkan hasil yang tidak jauh
berbeda dengan penerapan “legisme” sebagaimana pernah diadakan pada
zaman Hindia Belanda, dan di Indonesia ada sikap yang menunjukkan
kepekaan masyarakat untuk menolak penerapan konsep seperti itu.
3. Apabila “hukum” di sini termasuk juga hukum internasional, maka konsep
hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat sudah diterapkan jauh
sebelum konsep ini diterima secara resmi sebagai landasan kebijakan
hukum nasional.6
Lebih detail maka Mochtar Kusumaatmadja mengatakan, bahwa:
“Hukum merupakan suatu alat untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat.
Mengingat fungsinya sifat hukum, pada dasarnya adalah konservatif artinya,
hukum bersifat memelihara dan mempertahankan yang telah tercapai. Fungsi
demikian diperlukan dalam setiap masyarakat, termasuk masyarakat yang
sedang membangun, karena di sini pun ada hasil-hasil yang harus dipelihara,
dilindungi dan diamankan. Akan tetapi, masyarakat yang sedang membangun,


6 Shidarta, Karakteristik ….Ibid, hlm. 4154
yang dalam difinisi kita berarti masyarakat yang sedang berubah cepat, hukum
tidak cukup memiliki memiliki fungsi demikian saja. Ia juga harus dapat
membantu proses perubahan masyarakat itu. Pandangan yang kolot tentang
hukum yang menitikberatkan fungsi pemeliharaan ketertiban dalam arti statis,
dan menekankan sifat konservatif dari hukum, menganggap bahwa hukum tidak
dapat memainkan suatu peranan yang berarti dalam proses pembaharuan.”7
Dalam perkembangan berikutnya, konsep hukum pembangunan ini
akhirnya diberi nama oleh para murid-muridnya dengan "Teori Hukum
Pembangunan"8
atau lebih dikenal dengan Madzhab UNPAD. Ada 2 (dua)
aspek yang melatarbelakangi kemunculan teori hukum ini, yaitu: Pertama, ada
asumsi bahwa hukum tidak dapat berperan bahkan menghambat perubahan
masyarakat. Kedua, dalam kenyataan di masyarakat Indonesia telah terjadi
perubahan alam pemikiran masyarakat ke arah hukum modern.9
Oleh karena
itu, Mochtar Kusumaatmadja10 mengemukakan tujuan pokok hukum bila
direduksi pada satu hal saja adalah ketertiban yang dijadikan syarat pokok bagi
adanya masyarakat yang teratur. Tujuan lain hukum adalah tercapainya
keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya, menurut masyarakat dan
jamannya. Selanjutnya untuk mencapai ketertiban diusahakan adanya
kepastian hukum dalam pergaulan manusia di masyarakat, karena tidak
mungkin manusia dapat mengembangkan bakat dan kemampuan yang
diberikan Tuhan kepadanya secara optimal tanpa adanya kepastian hukum dan
ketertiban.11 Fungsi hukum dalam masyarakat Indonesia yang sedang
membangun tidak cukup untuk menjamin kepastian dan ketertiban. Menurut
Mochtar Kusumaatmadja, hukum diharapkan agar berfungsi lebih daripada
itu yakni sebagai “sarana pembaharuan masyarakat”/”law as a tool of social
engeneering” atau “sarana pembangunan” dengan pokok-pokok pikiran sebagai
berikut :12


7Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan
(Kumpulan Karya Tulis) Penerbit Alumni, Bandung, 2002, hlm. 14

8Lili Rasjidi dan IB. Wyasa Putra, Hukum Sebagai …..Op. Cit, hlm. 182 lihat juga
Otje Salman, Ikhtisar Filsafat Hukum, Penerbit Armico, Bandung, 1987, hlm. 17.

9Lihat Otje Salman dan Eddy Damian (ed), Konsep-Konsep Hukum dalam
Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja,S.H.,LL.M., Penerbit PT.Alumni,
Bandung, 2002, hlm. V.

10Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan
Nasional, Penerbit Bina Cipta, Bandung, tanpa tahun, hlm. 2-3.

11Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan ….., Ibid., hlm. 13.

12Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat, dan Pembinaan Hukum Nasional,
Penerbit Binacipta, Bandung, 1995, hlm. 13.5
Mengatakan hukum merupakan “sarana pembaharuan masyarakat” didasarkan
kepada anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha
pembangunan dan pembaharuan itu merupakan suatu yang diinginkan atau
dipandang (mutlak) perlu. Anggapan lain yang terkandung dalam konsepsi hukum
sebagai sarana pembaharuan adalah bahwa hukum dalam arti kaidah atau peraturan
hukum memang bisa berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan
dalam arti penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh
pembangunan dan pembaharuan.
Aksentuasi tolok ukur konteks di atas menunjukkan ada 2 (dua) dimensi
sebagai inti Teori Hukum Pembangunan yang diciptakan oleh Mochtar
Kusumaatmadja, yaitu :
 Ketertiban atau keteraturan dalam rangka pembaharuan atau
pembangunan merupakan sesuatu yang diinginkan, bahkan
dipandang mutlak adanya;
 Hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang dapat
berfungsi sebagai alat pengatur atau sarana pembangunan dalam arti
penyalur arah kegiatan manusia yang dikehendaki ke arah
pembaharuan.
Apabila diuraikan secara lebih intens, detail dan terperinci maka alur
pemikiran di atas sejalan dengan asumsi Sjachran Basah yang menyatakan
“fungsi hukum yang diharapkan selain dalam fungsinya yang klasik, juga
dapat berfungsi sebagai pengarah dalam membangun untuk membentuk
masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan
bernegara”.13 Dalam hubungan dengan fungsi hukum yang telah
dikemukakannya, Mochtar Kusumaatmadja memberikan definisi hukum
dalam pengertian yang lebih luas, tidak saja merupakan keseluruhan asas-asas
dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat,
melainkan meliputi pula lembaga-lembaga (institution) dan proses-proses
(processes) yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan.14
Dengan kata lain suatu pendekatan normatif semata-mata tentang hukum tidak
cukup apabila hendak melakukan pembinaan hukum secara menyeluruh.
Pada bagian lain, Mochtar Kusumaatmadja juga mengemukakan bahwa
“hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai
suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia
dalam masyarakat, tetapi harus pula mencakup lembaga (institution) dan


13Sjachran Basah, Perlindungan Hukum Terhadap Sikap Tindak Administrasi Negara,
Penerbit Alumni, Bandung, 1992, hlm. 13

14Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan
Nasional, Penerbit Binacipta, Bandung, 1986, hlm. 11.6
proses (processes) yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam
kenyataan”. Pengertian hukum di atas menunjukkan bahwa untuk
memahami hukum secara holistik tidak hanya terdiri dari asas dan kaidah,
tetapi juga meliputi lembaga dan proses. Keempat komponen hukum itu
bekerja sama secara integral untuk mewujudkan kaidah dalam kenyataannya
dalam arti pembinaan hukum yang pertama dilakukan melalui hukum tertulis
berupa peraturan perundang-undangan. Sedangkan keempat komponen
hukum yang diperlukan untuk mewujudkan hukum dalam kenyataan, berarti
pembinaan hukum setelah melalui pembaharuan hukum tertulis dilanjutkan
pada hukum yang tidak tertulis, utamanya melalui mekanisme yurisprudensi.
III. Konklusi
Dimensi Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar
Kusumaatmadja, S.H., LL.M. merupakan salah satu Teori Hukum yang lahir
dari kondisi masyarakat Indonesia yang pluralistik berdasarkan Pancasila.
Pada dasarnya Teori Hukum Pembangunan ini lahir, tumbuh dan berkembang
serta diciptakan oleh orang Indonesia sehingga relatif sesuai apabila diterapkan
pada masyarakat Indonesia. Selain Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr.
Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. apabila diaktualisasikan pada kondisi
masyarakat Indonesia pada umumnya dan kondisi penegakan hukum pada
khususnya maka mempunyai sinergi yang timbal balik secara selaras. Aspek ini
dapat dibuktikan bahwa dalam konteks kebijakan legislasi dan aplikasi serta
dalam kajian ilmiah maka Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar
Kusumaatmadja, S.H., LL.M. tetap dijadikan landasan utama dan krusial yang
menempatkan bahwa hukum dapat berperan aktif dan dinamis sebagai
katalisator maupun dinamisator sebagai sarana pembaharuan masyarakat
Indonesia. Tegasnya, bahwa Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar
Kusumaatmadja, S.H., LL.M. menjadikan hukum sebagai sarana pembaruan
masyarakat bukan sebagai alat pembaharuan masyarakat atau sebagai law as a tool
of social engeenering.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar